BAB 1 Mula

Redup. Tak ada yang memainkan lampu. Namun ruangan itu seketika meredup. Seperti dipindahkan ke tempat yang belum pernah ia datangi. Hitam. Asap hitam berkerumun dibawah tubuhnya. Membentuk satu kesatuan seperti asap yang disimpan dalam sebuah wadah. Bukan kamar tiga kali empat yang sedang ia tempati. Lebih kecil. Lebih kecil dari ukuran tubuhnya. Asap itu mengepul. Menyelinap. Melililit tubuh jangkungnya. Menariknya. Lalu melahapnya perlahan. Sebuah wajah muncul dari balik asap hitam. Wajah yang tak asing baginya. Wajah yang beberapa hari terakhir tak luput dari pandangan matanya. Sedetik kemudian, Sejuk tersadar. Menarik tubuhnya. Melemparkan tubuhnya sendiri kebelakang. Asap hitam itu memudar dan keadaan menjadi normal. Didapatinya seorang perempuan yang sedang telanjang. Bangun. Melihat kearahnya. Heran.
“A, kenapa?”
Sejuk terdiam. Wajahnya pucat. Segera ia memakai kaos dan celananya. Keluar dari kamar itu. Menghidupkan sebatang rokok. Bertanya, bagaimana?
Bukankah hidup memang seperti itu. Ia sering menantang orang-orang bermulut besar yang menganggap hidup begitu lemah sehingga bisa mereka kendalikan sendiri. Namun ketika mereka dihadapkan pada perkataan-perkataan mereka itu, mereka menjilat ludahnya sendiri diatas tanah.
Sejuk berprinsip untuk tidak pernah berhubungan badan dengan siapapun sebelum menikah. Jika dihadapkan pada sebuah keadaan, dimana ia berduaan dengan seorang perempuan, ia akan membuat perempuan itu terangsang dan mengajaknya untuk berhubungan badan, lalu ia akan tinggalkan perempuan itu dalam keadaan telanjang. Ia pikir itu adalah penghinaan untuk perempuan yang menjual tubuhnya dengan harga yang murah.

Dan malam itu. Pada akhirnya hiduplah yang menang. Tertawa getir. Seraya bertanya, “Mana orang yang bilang tak ingin berhubungan badan sebelum menikah?”.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar