Redup. Tak ada yang
memainkan lampu. Namun ruangan itu seketika meredup. Seperti dipindahkan ke
tempat yang belum pernah ia datangi. Hitam. Asap hitam berkerumun dibawah
tubuhnya. Membentuk satu kesatuan seperti asap yang disimpan dalam sebuah
wadah. Bukan kamar tiga kali empat yang sedang ia tempati. Lebih kecil. Lebih
kecil dari ukuran tubuhnya. Asap itu mengepul. Menyelinap. Melililit tubuh
jangkungnya. Menariknya. Lalu melahapnya perlahan. Sebuah wajah muncul dari
balik asap hitam. Wajah yang tak asing baginya. Wajah yang beberapa hari
terakhir tak luput dari pandangan matanya. Sedetik kemudian, Sejuk tersadar.
Menarik tubuhnya. Melemparkan tubuhnya sendiri kebelakang. Asap hitam itu
memudar dan keadaan menjadi normal. Didapatinya seorang perempuan yang sedang
telanjang. Bangun. Melihat kearahnya. Heran.
“A, kenapa?”
Sejuk terdiam. Wajahnya
pucat. Segera ia memakai kaos dan celananya. Keluar dari kamar itu.
Menghidupkan sebatang rokok. Bertanya, bagaimana?
Bukankah hidup memang
seperti itu. Ia sering menantang orang-orang bermulut besar yang menganggap
hidup begitu lemah sehingga bisa mereka kendalikan sendiri. Namun ketika mereka
dihadapkan pada perkataan-perkataan mereka itu, mereka menjilat ludahnya
sendiri diatas tanah.
Sejuk berprinsip untuk
tidak pernah berhubungan badan dengan siapapun sebelum menikah. Jika dihadapkan
pada sebuah keadaan, dimana ia berduaan dengan seorang perempuan, ia akan membuat
perempuan itu terangsang dan mengajaknya untuk berhubungan badan, lalu ia akan
tinggalkan perempuan itu dalam keadaan telanjang. Ia pikir itu adalah
penghinaan untuk perempuan yang menjual tubuhnya dengan harga yang murah.
Dan malam itu. Pada
akhirnya hiduplah yang menang. Tertawa getir. Seraya bertanya, “Mana orang yang
bilang tak ingin berhubungan badan sebelum menikah?”.
0 komentar:
Posting Komentar